Muda dan Ramadhan

Anggi Renaldy Pratama
8 min readMay 10, 2021

Assalamualaikum wr.wb sahabat fillah yang di rahmati Allah di manapun engkau berada. Alhamdulillah diri ini masih diberikan kesempatan untuk dapat menulis kembali dan terutama berjumpa dengan Ramadhan yang ke-23 dalam hidupnya. Hampir setahun tidak kembali menulis, semoga dorongan untuk menulis ini menjadi azzam untuk selalu berusaha produktif di tengah usia yang semakin menipis.

Judul Muda dan Ramadhan adalah bahasan yang diambil dari salah satu undangan komunitas untuk sharing materi di salah satu sesi. Maka, sembari mempersiapkan untuk berbagi, maka ku rangkai pula senarai materi untuk diabadikan di medium ini.

Masa Muda

Wahai para sahabatku, pernah kah kita sejenak berpikir kenapa usia muda ini sedikit mendapatkan tempat khusus dalam isi dari dakwah islam. Pernahkah kita mendengar hadits dari Rasulullah yang berbunyi:

“Tidaklah bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia dipertanyakan tentang empat perkara tentang usianya untuk apa dihabiskan; tentang masa mudanya untuk apa dipergunakan; tentang hartanya dari mana didapat dan untuk apa dinafkahkan; dan tentang ilmunya untuk apa diamalkan.” (HR Al Baihaqi)

Sekilas membaca, Rasul menyebut khusus frasa masa muda, dimana berarti ada hal yang ingin kita sebagai umatnya memperhatikan lebih terhadap rentang waktu kehidupan ini.

MENURUT Syaikh Al Qaradhawi, masa muda adalah periode kekuatan yang berada di antara dua periode kelemahan. Hal ini seperti firman Allah Swt berikut:

“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (QS Ar Rum: 54)

Dikatakan bahwa masa muda adalah masa yang penuh dengan kekuatan dan dinamisme yang bergelora. Masa di mana dorongan untuk berbuat kebaikan dan keburukan sama kuatnya. Karena itu, Rasulullah berkata dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, bahwa di antara tujuh golongan yang memperoleh naungan pada saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya di hari kiamat adalah “…pemuda yang tumbuh dalam kerangka ibadah kepada Allah Swt.”

Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai muslim sekaligus anak muda menghabiskan waktu muda-nya dengan semaksimal mungkin untuk maju dan berubah menjadi lebih baik. Karena WAKTU yang Allah berikan kepada kita, TIDAK AKAN PERNAH TERULANG, dan tiap waktu yang tergoreskan akan dimintai pertanggungjawaban-nya di hari akhir nanti.

Bulan Suci Ramadhan

“Akan datang pada kalian sebuah bulan yang penuh berkah,” pada suatu kala Sang Nabi Berkhutbah menyambut ramadhan, demikian menurut hadits yang dibawakan Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, “ di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan syaithan-syaithan dibelenggu.”

Inilah detak-detik istimewa yang sebulan utuh panjang merentang. Inilah bulan teragung, yang mengandung lapis-lapis keberkahanan yang saling sambung-sinambung.

Ramadhan. Malam-malam yang ditingkahi indah syahdu kalam ilahi. Alangkah manisnya hari-hari itu. Saat shalat malam adalah kegiatan yang benar-benar ‘menghidupkan’. Saat kita begitu rajin, karena kokok ayam didahului panggilan sahur yang membangunkan. Kita menghiba ampunan di waktu 1/3 malam, lalu menyantap hindangan untuk membekali ketaan jiwa dan raga seharian. Dan kita menjadi pemburu kebaikan dalam penyegeraan berbuka bersama-sama, di Masjid, bersambung jama’ah shalat Maghrib.

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an itu pada suatu malam yang diberkahi…” (Q.s Ad-Dukhaan [44]:3)

Ada lagi bonus yang tiada tara. Adalah Al-Qur’an turun sebagai satu kesatuan yang utuh sempurna dari sisi Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW, lalu sebagai kemurahan-Nya kepada orang-orang beriman, Allah menjadikannya diulang setiap tahun pada suatu malam yang ibadah di dalamnya bernilai lebih dari seribu bulan. Ialah yang dinamakan Lailatul Qadr.

“Adapun hikmah dirahasiakannya malam ini,” demikian Al-Imam ibn Al-Jauzi dalam Zadul Masir, “adalah untuk membuktikan kesungguhan para hamba dalam beribadah di keseluruhan malam-malam Ramadhan sebab harap akan menjumpainya.

Ramadhan, di saat puasa mengeringkan bibir, memayahkan tubuh, namun akan memperkaya jiwa dengan lapis-lapis keberkahan dari doa-doa yang dilantunkan, pahala yang dilipatgandakan, dosa-dosa yang diampunkan, dan ibadah dengan rasa kemesraan. Jiwa-jiwa para pemuda yang melalui Ramadhan dengan semangat lah yang dihantar untuk menggapai taqwa dan kembali suci.

Berkarya Mengamalkan, Melejit Pasca Ramadhan

“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jum”ah : 10).

Setelah menempa diri selama ramadhan, maka tidak afdhol jika kita tidak menerapkan semangat yang sama dalam kehidupan sehari-hari hatta selepas ramadhan. Ketika kita mampu melakukan berbagai ibadah yang berat ketika berpuasa sebulan penuh di ramadhan seperti : mengkhatamkan Qur’an, tahajud 1/3 malam, menjaga hati dan lisan, SEHARUSNYA kita bisa menjaga habit tersebut bahkan menambahnya dengan peng-karya-an lain selepas Ramadhan. Maka seperti firman Allah dalam Al-Jumuah ayat 10, setelah menunaikan kewajiban beribadah kepada-Nya, kita dituntut untuk berkarya semaksimal mungkin dalam rangka mencari karunia dan bersyukur atas tiap keberkahan yang diberikan kepada kita.

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata,

وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil”

Inilah kaidah kehidupan, bahwa jika kita tidak mengisi kehidupan kita dengan kegiatan positif atau tidak mencari kegiatan positif, maka pastilah waktu yang berlalu diisi dengan kegiatan negatif, kurang bermanfaat atau bahkan sia-sia. Apalagi bagi seorang pemuda yang semangatnya masih bergelora, hendaknya mengisi waktu dengan hal-hal yang bermanfaat baik bagi diri-Nya maupun orang-orang disekitarnya. Kita bisa menghadiri majelis ilmu baik ilmu dunia maupun agama, membaca dan mentadabburi Al-Quran, hingga mengadakan kegiatan sosial yang dapat berdampak kepada sesama sesuai dengan passion dan keahlian masing-masing. Tidak lupa juga untuk mencari teman-teman yang baik dan menebarkan vibes positif ke sautu sama lain agar bisa saling menopang dan saling menasehati. “…serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (QS. Al-Asr : 3.”

Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah*.”

Maksud “shabwah” adalah pemuda yang tidak mengikuti hawa nafsunya, dia membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi keburukan.

Perjuangan para Syuhada Palestina

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata ,

“Para pemuda pada setiap umat manapun, mereka adalah tulang punggung yang membentuk unsur pergerakan dan dinamisasi. Pemuda mempunyai kekuatan yang produktif, kontribusi yang terus menerus. Tidak akan bangkit suatu umat umumnya kecuali ada di pundak [ada kepedulian dan sumbangsih] para pemuda yang punya kepedulian dan semangat menggelora.”

Alangkah tidak lengkap jika kita membahas tentang pemuda tetapi tidak mengambil hikmah dari perjuangan para sahabat seperjuangan kita di Palestina. Mungkin para rekan-rekan disini sudah ada yang mendengar berita tentang serangan zionis israel kembali kepada warga Palestina.

Mereka adalah para pemuda yang hatinya sudah tertambat harum wewangian surga. Bahwa tujuan hidupnya adalah untuk syahid membela panji agama-nya. Kita bisa lihat di gambar adalah senjata para pemuda untuk menjaga Masjidil Aqsha untuk menghadapi serbuan serdadu-serdadu penjajah Zionis Israel.

Ketika ditanya apa pekerjaan utama para mujahid? Salah seorang komandan tempur Hamas Palestine berkata “Mengaji! Kemudian Mengaji! Kemudian Mengaji!”. Maka sungguh, senjata-senjata fisik yang ada hanyalah sebuah penguat dari kebangkitan yang telah tumbuh di dada orang-orang Palestine yaitu Al-Quran.

Di sana, kita akan banyak menjumpai anak-anak kecil berlarian di jalanan tanpa rasa takut, cita-cita mereka semua sama dan tak dapat ditawar; “Syahid fii Sabilillah!”, Bagaimana caranya? “Dengan Al-Qur’an!” jawab mereka. Sebab anggota pasukan Palestine yang berjuang di garis depan tidak lain adalah dipilih dari mereka yang paling mesra dengan Al-Quran.

Maka apakah kita tidak iri dengan semua itu? Kita yang masih tersibuki dengan urusan duniawi yang ‘sebenarnya’ remeh dan sederhana seakan tak pernah membayangkan visi pemuda palestine yang sudah jauh melintasi dunia se-isinya yaitu jihad di jalan-Nya. Apakah kita tidak malu ketika mereka tengah berjuang mengangkat Panji Islam agar tetap berdiri kokoh, tapi disini kita masih berdebat pada urusan sosial yang sepele. Ya Allah, Maafkanlah hambamu ini yang berlumur dosa, nan minim usaha tapi berani meminta Surga. Mari Sahabat, kita senantiasa berdoa agar nyala semangat pemuda yang ada di diri kita dapat menempatkan kita di surga tertinggi di antara barisan para syuhada yang berjuang membela Panji Agama ini. Mari kita berdoa bersama untuk keberkahan perjuangan Saudara kita di Palestine: Allaahummaghifrlahaa warhamahaa wa’afihaa wa’fu’anhaa.

Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ

Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)

Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan amal sholeh seperti tertera di hadits lain yang berbunyi:

Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi).

Oleh karena itu sahabatku, di ujung bulan suci ini, ketika ramadhan berkemas untuk pergi. Tak terasa kini dia sedang berkemas dan bergegas pergi meninggalkan kita. Lihat kembali wahai saudaraku, apa yang sudah kita persembahkan ketika dia datang dan mengunjungi kita! Sudahkan kita persembahkan ibadah terbaik kita?? Puasa, shalat, sedekah, membaca Al-Quran dan ibadah-ibadah lainnya sudahkah kita memaksimalkannya selagi dia masih bersama kita?? Masih ada sisa beberapa hari ke depan, jangan sia-siakan kesempatan berharga ini, karena kesempatan itu belum tentu bisa terulang kembali!

“Ramadhan tengah bersiap-siap untuk berangkat, tidak tersisa kecuali waktu yang singkat, maka bersegeralah mengisi hari-hari yang tersisa dengan amalan taat, semoga menjadi penambal kekurangan yang telah lalu agar suci wal afiat.”

--

--

Anggi Renaldy Pratama

“ Pecundang adalah orang yang tidak bisa mengalahkan dirinya sendiri”